sumber : freepik.com
Di Indonesia fenomena sleep paralysis lebih dikenal dengan istilah tindihan, yang dilihat dari kacamata metafisika. Banyak masyarakat Indonesia percaya bahwa fenomena ini disebabkan oleh aktivitas tidur yang diganggu oleh makhluk halus. Padahal dari sisi medis memiliki penjelasannya tersendiri.
Sleep paralysis merupakan fenomena yang umumnya terjadi ketika seseorang sedang tidur. Fenomena sleep paralysis termasuk jenis gangguan tidur, berupa parasomnia (Tias, dkk., 2019). Parasomnia sendiri merupakan gangguan yang ditandai dengan perilaku abnormal, atau peristiwa fisiologis yang berhubungan dengan tidur, tahap tidur tertentu, atau transisi dari tidur menjadi bangun. Jenis tidur dibagi menjadi dua, tidur REM dan tidur non-REM. Tidur non REM atau yang biasa dikenal dengan tidur ayam, merupakan kondisi tidur dimana tingkat kesadaran seseorang berada ditengah-tengah fase sadar dan fase tidak sadar. Pada tidur non rem ini, seseorang sudah mulai tertidur, namun masih bisa mendengar suara di sekitarnya, terlebih ketika namanya dipanggil. Kemudian pada fase ini pula, seseorang dapat dibangunkan ataupun terbangun meskipun sudah terlelap. Tak jarang pada fase ini, seseorang merasakan sensasi seperti terjatuh atau tersentak hingga terkejut. Sedangkan tidur REM, merupakan fase tidur dimana seseorang dapat bermimpi. Pada tidur REM ini otot dan fungsi otak seperti dilemahkan. Seseorang yang berada pada fase tidur REM, sudah memasuki bagian bawah sadarnya. Nah fenomena sleep paralysis, terjadi pada perpindahan fase tidur REM menuju tidur non REM. Seseorang yang mengalami sleep paralysis, tersadar ketika fase tidur REM belum selesai. Akibatnya otak belum siap untuk mengirimkan sinyal untuk bangun kepada tubuh, sehingga terjadilah sleep paralysis.
Fenomena sleep paralysis ini dapat ditandai dengan terhambatnya gerakan otot pada waktu yang relatif singkat, namun gerakan mata, pernafasan, dan sensori masih normal. Sleep paralysis paling sering terjadi ketika seseorang tertidur dengan posisi terlentang. Hal ini dapat dipengaruhi oleh penggunaan obat-obatan, pola tidur, gaya hidup, lingkungan yang tidak nyaman, emosi yang tidak stabil, latihan fisik dan kelelahan, serta asupan makanan dan kalori. Kondisi narkolepsi, hipertensi, gangguan kejang, kurang tidur, jetlag, tugas yang menumpuk, serta shift kerja juga dapat dikaitkan dengan sleep paralysis. Terjadinya sleep paralysis, dapat menggambarkan kualitas tidur yang buruk, serta kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan pada seseorang.
sumber :
- Tias, N. K. D. H., Utami, D. K. I., & Marita, A. PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK KEJADIAN SLEEP PARALYSIS PADA REMAJA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) NEGERI DI DENPASAR.
- Hopwood, C. J., Thomas, K. M., Markon, K. E., Wright, A. G., & Krueger, R. F. (2012). DSM-5 personality traits and DSM–IV personality disorders. Journal of abnormal psychology, 121(2), 424.
Comments